XDEWAHUB – Narasi Seks Memandang Badan Di salah satunya pojok kota Bandung, berdiri cukup istimewa sebuah rumah yang besar sekali, Didalamnya tinggal sebagian orang yang sama-sama terlilit jalinan keluarga. Mereka ialah kakek dan nenek, kita panggil saja mereka begitu, lantas keluarga Wawan, anak paling tua, dan keluarga Sinta, anak ke-3 , dan keluarga Nani, anak bungsu.
Kakek dan nenek sebenarnya memiliki enam orang anak. Namun karena tiga anak lainnya kebenaran memiliki rezeki yang cukup mendingan dari 3 anak yang turut tinggal saat ini, mereka bertiga dapat memiliki rumah sendiri yang lokasinya jauh di wilayah lain.
Wawan, 45 tahun, seorang pegawai swasta. Memiliki istri Ida, 40 tahun. Mereka dianugerahi dua orang anak, Dicki, 19 tahun, dan Hesti, 15 tahun. Sinta, 38 tahun, memiliki suami Marwan, 40 tahun, karyawan swasta. Dianugerahi satu anak, Rika, 17 tahun. Nani, 34 tahun, karyawan swasta, memiliki suami, Ismu, 36 tahun. Dikarunia satu anak, Budi, 11 tahun. Kehidupan mereka jalan normal.
Jalinan mereka sebagai sekeluarga besar dapat disebut baik. Memang kadang-kadang terjadi perselisihan dari mereka, tetapi dengan selekasnya permasalahan dari mereka dapat dituntaskan baik. Nenek dan kakekpun tidak terlihat tentukan kasih ke mereka semua. Mereka dapat berlaku adil, baik pada hal kasih-sayang atau berbentuk materi. Narasi Seks Memandang Badan
Dicki sebagai ponakan terbesar dari mereka dapat melakukan tindakan dan berlaku tegas saat membuat perlindungan adik-adiknya. Bahkan juga semua saudara ponakannya selalu berbicara dan meminta opini ke ia jika ada permasalahan. Meskipun sikap Rickky terkadang benar-benar cuek pada lingkungan. Dicki benar-benar jaga semua adik ponakan wanitanya.
“Ki.. Saya ingin meminta pendapat kamu mengenai cowok…” kata Rika.
“Ingin tanya apaan?” kata Dicki.
“Kamu kenali sang Juneadi, tidak?” bertanya Rika.
“Sudah pasti mengenal. Beberapa anak sini saya mengenal semua. Memang ada apakah? ” bertanya Dicki.
“Mm.. Ia tempo hari katakan jika ia sukai saya. Ia ingin saya menjadi kekasih ia.. Bagaimana, Ki?” bertanya Rika sekalian melihat mata Dicki.
“Kamu sukai ia, tidak?” bertanya Dicki kembali.
“Dari fisik sich saya sukai, tetapi saya takut salah pilih…” kata Rika.
“Begini.. Bukanlah saya larang kamu untuk jalan dengan dia…” kata Dicki sekalian mengisap rokoknya.
“Namun yang saya tahu, Junaedi itu salah satunya preman komplek samping. Lebih kronis , yang saya dengar ucapnya ia menjadi pengedar juga…” lanjut Dicki. Narasi Seks Memandang Badan
“Saya sich terserah kamu saja.. Yang terpenting kamu berpikir baik risiko dan mengakibatkan nanti…” kata Dicki kembali.
Rika termenung seperti berpikiran.. Lantas Rika tersenyum selanjutnya dengan mendadak mencium pipi Dicki.
“Terima kasih banyak.. Saya untung punyai kakak kamu. Dapat kasih pandangan tanpa larang sesuatu…” kata Rika sekalian tersenyum manja.
“Karena saya sayang kamu…” kata Dicki sekalian mencubit pipi Rika.
“Tahu tidak, mama sebelumnya pernah katakan jika jika dapat saya mencari kekasih yang seperti kamu…” kata Rika. Nexiabet
Dicki mengerenyitkan dahinya.
“Memang tante Sinta katakan apa mengenai saya?” bertanya Dicki ingin tahu.
“Mama katakan jika kamu itu cakep, pandai, perhatian pada saudara, dan benar-benar membuat perlindungan adik semua.. Jangan geer kamu…” kata Rika sekalian tersenyum.
Dickipun tersenyum.. Tersebut salah satunya bukti begitu sayang Dicki kesemua adiknya. Dan ada banyak yang lain perhatian dan pelindungan Dicki pada keluarga. Keluarga besar itu benar-benar beri pujian dan membesarkan hati Dicki. Sesuatu hari keluarga besar itu sedang bergabung mengulas sesuatu permasalahan penting.
“Permasalahan ini harus selekasnya dituntaskan..!” kata kakek. Narasi Seks Memandang Badan
“Tetapi siapakah yang harus pergi? Kita repot dengan pekerjaan…” kata Wawan.
“Apa harus Bapak yang pergi sendiri? Kalian kan tinggal tiba ke lembaga itu untuk memberikan document ini!” kata kakek sekalian membanting map berisi document ke atas meja.
“Agar saya yang pergi.. Bapak telah terlampau tua untuk pergi jauh…” kata Nani.
“Kamu kan kerja, Nan…” kata Wawan.
“Jika demikian agar saya yang pergi. Bapak buat saja surat kuasa untuk saya…” kata Sinta mengatasi.
Kakek termenung sekalian melihati putri ke-3 nya tersebut.
“Ya baik jika demikian. Kamu yang pergi esok.. Akan Bapak buat surat kuasanya segera…” kata kakek.
“Tetapi saya meminta ada yang mengantarkan saya ke Garut esok. Saya tidak ingin naik angkutan karena benar-benar makan waktu…” kata Sinta.
“Ya telah, esok Dicki harus mengantarkan tantemu ke Garut ya, Rik?!” kata Wawan sekalian melihat anaknya yang terbesar tersebut.
“Iya, Pa…” kata Dicki pendek. Narasi Seks Memandang Badan
“Kamu gunakan saja motor Papah,” kata Wawan.
“Iya, Pa.. Janganlah lupa STNK-nya ya, Pa,” kata Dicki.
Besok paginya, Dicki dan Sinta telah bersiap pergi ke Garut untuk menuntaskan permasalahan keluarga mereka itu. Singkat kata, mereka telah tiba di kota Garut. Dengan selekasnya Sinta mengurusikan permasalahan yang ditemui sesuatu lembaga. Mendekati tengah hari, Sinta kelihatan keluar kantor lembaga yang diartikan muka ceria.
“Mari kita pulang, Ki…” mengajak Sinta ke Dicki yang menanti di looby kantor.
Lantas dengan menggamit tangan sepupunya itu, Sinta dengan senang mengambil langkah ke arah tempat parkir.
“Eh, kita kita makan siang dahulu, Rik.. Tante lapar nih,” kata Sinta.
“Sama.. Dicki lapar nih. Makan di mana, tante?” kata Dicki.
“Di mana nikmatnya, ya..??” kata Sinta sekalian melihat Dicki.
“Ah, ini saja… sekaligus lelah, sekaligus satu arah jalan pulang ke Bandung, kita ke Cipanas saja, Ki…” kata Sinta.
“Memang tante ingin mandi air panas?” kata Dicki sekalian hidupkan motornya.
“Tidak… tetapi kan tempat makan disitu cukup bagus.. Dapat sekalian istirahat,” kata Sinta sekalian naik ke atas motor.
Merangkumun selekasnya pergi tinggalkan tempat itu ke arah Cipanas Garut. Sesampainya di Cipanas, mereka selekasnya pesan makanan.
“Mm.. Cukup sedap, ya…” kata Sinta sekalian terus kunyah makanannya.
“Iya tante…” kata Dicki.
” saya sukai tempat makan ini karena di muka kita ada kolam renangnya…” kata Dicki.
“Yee.. Nakal ya mata kamu liatin paha wanita…” kata Sinta sekalian tersenyum. Dicki ketawa lebar.
“Ya lumayanlah.. Iseng berhadiah…” kata Dicki. Sekarang Sinta yang ketawa lebar.
“Memang kamu saksikan wanita yang berenang, sukai saksikan apa?” bertanya Sinta.
Dicki tersenyum, tidak jawab pertanyaan Sinta. Narasi Seks Memandang Badan
“Jawab dong…” kata Sinta sekalian kakinya menyepak perlahan kaki Dicki.
“Ya saksikan yang serba terbuka donk, tante…” kata Dicki cuek.
“Dasar nakal!” kata Sinta sekalian menyepak lagi perlahan kaki Dicki. Dicki tersenyum..
“Wanita dengan bodi apakah yang kamu sukai, Ki?” bertanya Sinta.
Dicki tidak menjawab, cuma melihat mata Sinta sekalian masih tetap kunyah makanannya.
“Tak perlu malu dengan tante dech, Ki.. Berbicara bebas dengan tante,” kate Sinta.
“Saya sukai wanita dengan badan bagus seperti wanita itu tuh…” kata Dicki sekalian menunjuk seorang wanita usia muda yang berenang. Badannya memanglah bagus dan mulus.
“Bagus sangat hasrat kamu,” kata Sinta sekalian tersenyum.
“Jika sama wanita yang telah berusia, bagaimana?” kata Sinta sekalian melihat Dicki.
“Mm.. Saya tidak paham,” kata Dicki sekalian masih tetap kunyah makanannya.
“Saya tidak pernah menyaksikan badan wanita yang telah berumur…” kata Dicki kembali cuek. Sinta diam.
“Jika menurut kamu, badan tante tetap menarik tidak?” kata Sinta serius.
Dicki diam sekalian melihat Sinta.
“Ayolah jawab jujur, Ki.. Agar tante tahu kekurangan badan tante apa…” kata Sinta kembali.
Dicki masih tetap diam sekalian melihat mata Sinta.
“Tante benar-benar elok.. badan tante di luar cukup bagus…” kata Dicki serius. Sinta termenung.
“Tujuan kamu dengan cukup bagus apa?” bertanya Sinta kembali.
“Saya sukai langkah kenakan pakaian tante. Stylish. Itu bagus sekali,” kata Dicki. Sinta tersenyum.
“Jika badan tante ?” bertanya Sinta kembali.
“Saya tidak paham karena tidak pernah saksikan badan tante…” kata Dicki cuek. Narasi Seks Memandang Badan
Sinta termenung sekalian lama melihat sepupunya tersebut..
“Jika kamu telah saksikan badan tante, kamu ingin kan meberikan penilaian kamu secara jujur?” bertanya Sinta.
“Ah, tante jangan bergurau.. Tidak mungkinlah…” kata Dicki sekalian habiskan tersisa makanannya dalam piring lantas minum. Sinta tersenyum.
“Kita merendam air panas, yok.. Sekaligus istirahatkan tubuh..?” kata Sinta mencengangkan hati Dicki.
“Ha! Tidak salah dengar nih? Masa sich kita merendam bersama? Malu dong…” kata Dicki sekalian melihat Sinta.
“Tak perlu malu donk, Ki.. Kita kan masih saudara. Lagian agar kamu dapat saksikan badan tante…” kata Sinta enteng.
“Kamu kelak harus beritahukan tante pendapat kamu mengenai badan tante…” kata Sinta. Narasi Seks Memandang Badan
“Memang kita ingin ngapain dalam sana? Kan hanya merendam saja.. Yok, ah…” kata Sinta sekalian bangun lantas tarik tangan Dicki. Dicki serba salah. Tetapi pada akhirnya Dicki mengikuti tekad Sinta.
Sesampainya dalam ruangan merendam air panas, Sinta tanpa sangsi selekasnya melepaskan semua bajunya sampai telanjang. Sementara Dicki nyaris tidak berkedip-kedip melihat badan telanjang Sinta yang bagus walaupun telah cukup berusia.
“Mari, Ki.. Membuka baju kamu! Kita merendam bersama…” kata Sinta.
Dickipun dengan malu selekasnya melepaskan bajunya.. Apalagi saat tinggal celana dalam yang perlu dibukanya. Dicki terlihat malu.
“Yee.. Segeralah membuka dan masuk sini! Apa harus tante yang bukain celana dalam kamu?” kata Sinta sekalian tersenyum.
“Sesaat dong…” kata Dicki sekalian melepaskan celana dalamnya.
Dicki tutupi kontolnya yang sedikit banyak bulu dengan tangan, lantas masuk ke arah tempat merendam.
“Tak perlu malu demikian, Ki.. Biasa-biasa sajalah…” kata Sinta sekalian tersenyum. Narasi Seks Memandang Badan
“Iya tante…” kata Dicki sekalian melepaskan tangannya yang tutupi kontol, lantas ia bertumpu ke pinggir kolam.
“Nach bagaimana bodi tante menurut kamu?” bertanya Sinta.
“Badan tante bagus…” kata Dicki pendek.
“Bagus mengapa?” bertanya Sinta kembali.
“Badan tante putih mulus.. Buah dada lumayan besar.. Ramping…” kata Dicki sekalian matanya turun menyaksikan memek Sinta yang banyak bulu yang tidak banyak.
Sinta diam saja sekalian melihat Dicki. Dibiarkannya mata sepupunya menelusuri semua badan telanjangnya.
“Lantas apa kembali?” bertanya Sinta. Dicki tidak menjawab.
“Saya menyenangi badan tante.. Seksi..” kata Dicki. Sinta tersenyum lebar.
“Kamu sebelumnya pernah menggenggam badan wanita?” bertanya Sinta.
“Belum.. Belum pernah…” kata Dicki sekalian melihat Sinta.
Sinta kembali tersenyum sekalian mendekati Dicki. Hati Dicki menjadi berdebar-debar keras.. Tangan Sinta lantas raih tangan Dicki. Dituntunnya tangan Dicki untuk menyentuh buah dadanya.
“Mari peganglah…” kata Sinta. Narasi Seks Memandang Badan
Dicki dengan cukup sangsi menggenggam buah dada Sinta. Dielusnya gundukan daging putih di dada Sinta, semakin lama diremasnya buah dada Sinta dengan perlahan. Telunjuk Dicki mulai mainkan puting susu Sinta. Sinta tersenyum sekalian rasakan hembusan nikmat yang dirasa di buah dadanya. Tidak kuat meredam rasa yang terdapat, Sinta lantas mencium bibir Dicki secara hangat. Tangan Sinta selekasnya turun ke tubuh Dicki dan secara langsung menggenggam dan meremas kontol Dicki. Dicki seperti rasakan ada saluran strum pada badannya..
Badannya tergetar sekalian rasakan enaknya di remas kontol. Tanpa sangsi dibalasnya kecupan Sinta secara hangat juga. Tanga Dicki yang satu kembali mulai berani telusuri badan Sinta.Saat capai bokong Sinta, tangannya selekasnya meremas bokong Sinta yang bundar padat.. Selanjutnya selekasnya tangannya beralih di depan.. Memek Sinta diseka dan dielus. Jarinya selekasnya telusuri belahan memek Sinta..
“Mmhh…” desah Sinta sekalian terus memagut bibir Dicki. Tidak lama..
“Naik ke atas, Ki…” kata Sinta. Narasi Seks Memandang Badan
“Duduk di tepi kolam sini…” kata Sinta kembali.
Dicki menurut. Selekasnya ia naik ke tepian kolan, lantas duduk di pinggirannya. Sinta langsung menggenggam kontol Dicki, lantas dikocaknya perlahan-lahan. Mata Dicki terpejam meredam nikmat. Tidak lama mulut Sinta selekasnya menyantap dan mengulum kontol Dicki sekalian terus dikocak.
“Ohh.. Tantee.. Mmhh,” desah Dicki sekalian menggenggam kepala Sinta.
Pinggul Rickky bergerak meng ikuti hisapan dan jilatan Sinta pada kontolnya. Sesudah nyaris sejumlah belas menit Dicki dikasih kepuasan oleh mulut Sinta.
Sinta lantas berbicara,” Giliran, Ki.. Jilatin tante, ya..”
Dicki menggangguk dengan gairah yang makin bertambah besar. Sinta selekasnya keluar kolam lantas duduk di pinggi kolam. Kakinya dibuka lebar. Dicki lantas turun ke kolam, selanjutnya tidak lama lidahnya telah main di belahan memek Sinta.
“Ohh.. Oohh.. Aahh…” desah Sinta meredam nikmat. Pinggulnya sedikit bergoyang.
“Teruss, Kii…” desahnya kembali sekalian matanya terpejam.
“Jilati ininya, Ki…” katqa Sinta sekalian jarinya menyeka kelentitnya. Lidah Dicki selekasnya menjilat-jilati sisi tersebut.
“Ohh…” desah Sinta cukup keras. Narasi Seks Memandang Badan
Sesudah beberapa saat..
“Ki, naik sini…” kata Sinta sekalian menelentangkan badannya di lantai.
Kakinya mengangkang lebar. Dicki lantas keluar kolam., Kontolnya sangat tegak dan keras.
“Cepat masukkan sini, Ki.. Tiduri tante…” kata Sinta.
Dicki tanpa banyak narasi langsung mengangkangi badan Sinta. Ditujukan kontolnya ke belahan memek Sinta. Tangan Sinta selekasnya menggenggam dan membimbing kontol Dicki ke lubang memeknya.
“Pencet dan masukan perlahan-lahan, Ki…” bisik Sinta.
Dickipun selekasnya lakukan apa yang disuruh Sinta. Tidak lama, bless.. Dicki rasakan sesuatu kesan kepuasan yang hebat saat kontolnya masuk ke dalam memek Sinta.
“Ohh…” desah Dicki. Narasi Seks Memandang Badan
Lantas dipompanya kontol keluar dan ke saat memek Sinta.
“Ohh.. Ohh…” ke-2 nya mendesah bersama.
“Sedap, Ki..?” bisik Sinta.
“Sedap sekali tante…” bisik Dicki sekalian mengecup bibir Sinta.
Sesudah sejumlah lama..
“Lutut saya sakit, tante…” kata Dicki sekalian hentikan pergerakannya, sedangkan kontolnya tetap menancap di saat memek Sinta.
“Terkena lantai, ya?” kata Sinta. Dicki menggangguk. Narasi Seks Memandang Badan
“Kita sekalian berdiri saya, Ki…” kata Sinta.
Dicki selekasnya mengambil kontolnya lantas berdiri. Sinta selekasnya bangun lantas bersender ke dinding ruang.
“Saran kontol kamu, Ki…” kata Sinta sekalian mengusung salah satunya kakinya supaya kontol Dicki gampang masuk.
Dickipun selekasnya masukkan kontolnya. Sesudah kontol Dicki masuk memeknya, Sinta turunkan kakinya lalau berdiri dengan cukup berjinjit menyeimbangi tinggi badan Dicki. Dicki langsung mengeluarmasukkan kontolnya ke memek Sinta. Narasi Seks Memandang Badan
“Ohh.. Sedap sekali, Kii…” desah Sinta. Sinta menggerakkan pinggulnya menyeimbangi pergerakan kontol Dicki. Dengan sama-sama berangkulan mereka terus bersetubuh, hingga kemudian badan Dicki melafalkanng, pergerakannya semakin cepat.. Kemudian kontol Dicki didesakan ke memek Sinta makin dalam. Lantas.. Crott! Croott! Croott! Air mani Dicki tumpah di saat memek Sinta. Badan Dicki tergetar keras meredam nikmat.
“Ohh.. Tantee.. Nikmaatt…” desah Dicki sekalian merengkuh Sinta kuat, sedangkan kontolnya tetap menancap di memek Sinta. Narasi Seks Memandang Badan
Sesudah merendam lagi untuk bersihkan diri, lantas kenakan pakaian, mereka selekasnya pulang ke Bandung. Di sepanjangnya jalan pulang, Sinta dengan kuat merengkuh badan Dicki sekalian kadang-kadang tangannya menggenggam dan meremas kontol Dicki.
“Kamu luar biasa, Ki…” kata Sinta.
“Kapan kita dapat begituan kembali, tante?” bertanya Dicki. Narasi Seks Memandang Badan
“Kapan saja…” kata Sinta sekalian tersenyum lantas merengkuh badan Dicki kuat di atas motor.
Demikianlah, entahlah telah berapakah puluh kali Sinta sudah bersetubuh dengan Dicki. Baik di dalam rumah, di motel, dimana saja setiap ada peluang. Sampai satu saat.. Sebenarnya faksi keluarga seringkali dengar berita dari orang jika Sinta benar-benar dekat dengan Dicki, bahkan juga terlampau dekat. Bahkan juga ada yang katakan banyak yang menyaksikan mereka keluar motel. Tetapi keluarga masih tetap diam karena tidak terdapat bukti.
Sebelumnya pernah mereka berdua ditanyakan oleh keluarga berkenaan informasi yang keluarga dengar dari orang, tetapi mereka berdua dengan keras menentang.. Narasi Seks Memandang Badan